Bentuk hukum usaha perasuransian
UU No 2/1992 pasal 7
Bentuk badan hukum yang diperbolehkan bagi perusahaan asuransi adalah:
1. untuk perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan reasuransi, badan hukum yang diperbolehkan perseroan terbatas atau koperasi. Apabila perusahaan itu milik negara, bentuk hukumnya adalah perseroan terbatas dan sering disebut perusahaan perseroan (persero)
2. untuk perusahaan asuransi jiwa, bisa berbentuk perseroan terbatas, atau koperasi, atau usaha bersama (mutual)
3. untuk perusahaan broker dan perusahaan adjuster, badan hukum yang diperbolehkan perseroan terbatas atau koperasi
4. bagi perusahaan konsultan aktuaria dan agen asuransi, boleh perseroan terbatas atau koperasi, atau perorangan
Bentuk hukum perseroan terbatas telah diatur dalam UU No 1 tahun 1995, sedangkan bentuk hukum koperasi diatur dalam UU No 12 taun 1967.
Tidak seperti bentuk hukum perseroan terbatas atau koperasi, yang keduanya telah ada dasar hukum atau undang-undangnya, bentuk hukum usaha bersama atau mutual belum ada aturan perundangannya. Perusahaan asuransi jiwa bersama Bumiputera 1912 yang merupakan perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia, yang didirikan zaman penjajahan Belanda, keberadaan badan hukum perusahaan tersebut belum ada dasar aturan hukumnya.
Dalam bentuk badan hukum mutual ini pemegang polis sekaligus sebagai pemegang saham, yang berarti keuntungan dari asuransi ini menjadi haknya pemegang polis.
4. Kepemilikan
UU No 2/1992 pasal 8
Perusahaan perasuransian dapat dimiliki oleh orang per orang warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia, badan hukum asing yang bergerak di bidang usaha perasuransian. Kepemilikan oleh badan hukum asing maksimum 80% dari seluruh modal saham. Ini berarti keberadaan perusahaan perasuransian asing harus dalam bentuk patungan (joint venture). Selanjutnya prosentase kepemilikan pihak asing ini secara berangsur-angsur harus berubah menjadi minoritas, atau dengan kata lain harus ada Indonesianisasi.
5. Program Asuransi Sosial
UU No 2 tahun 1992 pasal 1 ayat 3
Program asuransi sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu UU, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat.
Contoh yang tergolong sebagai program asuransi sosial berdasarkan Undang-undang No 2/1992 adalah:
1. Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (UU No 33 Tahun 1964)
2. Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (UU No 34 Tahun 1964)
3. Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (UU No 3 Tahun 1992)
Program asuransi untuk pegawai negeri sipil dan ABRI, yaitu meliputi asuransi tabungan hari tua (THT) dan asuransi kesehatan (askes) pada dasarnya bukan merupakan program asuransi sosial, melainkan merupakan asuransi yang bersifat captive.
PP No 73 tahun 1992 pasal 32
(1) Program asuransi sosial merupakan program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu undang-undang
(2) Program asuransi sosial hanya dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk khusus untuk itu
PP No 73 tahun 1992 pasal 33
Perusahaan asuransi yang menyelenggarakan program asuransi sosial dilarang menyelenggarakan program asuransi lain selain Program Asuransi Sosial
6. Penutupan Objek Asuransi
UU No 2 tahun 1992 pasal 6
(1) Penutupan asuransi atas objek asuransi harus didasarkan pada kebebasan memilih penanggung, kecuali bagi program asuransi sosial
(2) Harus dilakukan dengan memperhatikan daya tampung perusahaan asuransi dan reasuransi dalam negeri
PP No 73 tahun 1992 pasal 2
Objek asuransi di Indonesia hanya dapat diasuransikan pada perusahaan yang mendapat ijin Menkeu, kecuali dalam hal:
(a) tidak ada perusahaan asuransi di Indonesia, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, yang memiliki kemampuan menahan risiko asuransi dari objek yang bersangkutan; atau
(b) tidak ada perusahaan asuransi yang bersedia melakukan penutupan asuransi atas objek yang bersangkutan; atau
(c) pemilik objek asuransi yang bersangkutan bukan warga negara Indonesia atau bukan badan hukum Indonesia
7. Persyaratan untuk memperoleh izin usaha
UU No 2 tahun 1992 pasal 9
(1) Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib mendapat izin usaha dari Menteri, kecuali bagi program Asuransi Sosial
(2) Untuk mendapat izin usaha tersebut, harus dipenuhi persyaratan mengenai:
(a) Anggaran Dasar
(b) Susunan Organisasi
(c) Kepemilikan
(d) Permodalan
(e) Keahlian di bidang perasuransian
(f) Kelayakan Rencana Kerja
(g) Hal-hal lain yang mendukung pertumbuhan usaha asuransi secara sehat
(3) Dalam hal terdapat kepemilikan pihak asing, maka untuk memperoleh izin usaha harus memenuhi persyaratan di atas serta ketentuan mengenai batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing
Bagian pertama. Persyaratan Umum Perusahaan Perasuransian
PP No 73 tahun 1992 pasal 3
(1) Perusahaan perasuransian dalam rangka melaksanakan kegiatan usahanya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
(a) Dalam anggaran dasar dinyatakan bahwa:
1. maksud dan tujuan pendirian perusahaan hanya untuk menjalankan salah satu jenis usaha perasuransian
2. perusahaan tidak memberikan pinjaman subordinasi kepada pemegang saham
(b) Susunan organisasi perusahaan sekurang-kurangnya meliputi fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, yaitu fungsi pengelolaan risiko, fungsi pengelolaan keuangan dan fungsi pelayanan;
2. Bagi perusahaan pialang asuransi dan pialang reasuransi, yaitu fungsi pengelolaan keuangan dan fungsi pelayanan;
3. Bagi perusahaan agen asuransi, penilai kerugian asuransi dan konsultan aktuaria, yaitu fungsi teknis sesuai dengan bidang jasa yang diselenggarakannya.
(c) Memenuhi ketentuan permodalan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
(d) Mempekerjakan tenaga ahli sesuai dengan bidang usahanya dalam jumlah yang memadai untuk mengelola kegiatan usahanya
(e) Melaksanakan pengelolaan perusahaan, yang sekurang-kurangnya didukung dengan:
1. sistem pengembangan sumber daya manusia;
2. sistem administrasi
3. sistem pengelolaan data
PP No 73 tahun 1992 pasal 4
(1) Perusahaan perasuransian yang seluruh pemiliknya WNI dan atau badan hukum Indonesia yang seluruh atau mayoritas pemiliknya WNI, seluruh anggota dewan komisaris dan pengurus harus WNI.
(2) Anggota dewan komisaris dan anggota direksi perusahaan perasuransian yang di dalamnya terdapat penyertaan langsung pihak asing harus WNI dan WNA, atau seluruhnya WNI
PP No 73 tahun 1992 pasal 5
(1) Anggota dewan komisaris dan pengurus tersebut tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang perasuransian dan atau dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana di bidang perasuransian dan perekonomian, serta memiliki akhlak dan moral yang baik.
(2) Sekurang-kurangnya separo dari jumlah anggota Pengurus harus memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang pengelolaan risiko
(3) Pengurus tidak diperkenankan merangkap jabatan pada perusahaan lain, kecuali untuk jabatan komisaris
PP No 73 tahun 1992 pasal 6
(1) Modal disetor bagi perusahaan yang seluruh pemiliknya WNI dan atau badan hukum Indonesia yang seluruh pemilik atau mayoritas pemiliknya WNI, untuk masing-masing perusahaan perasuransian sekurang-kurangnya sebagai berikut:
(a) Rp 3 M bagi perusahaan asuransi kerugian
(b) Rp 2 M bagi perusahaan asuransi jiwa
(c) Rp 10 M bagi perusahaan reasuransi
(d) Rp 500 juta bagi perusahaan pialang asuransi
(e) Rp 500 juta bagi perusahaan pialang reasuransi
(2) Bila terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing, modal disetor untuk masing-masing perusahaan perasuransian sekurang-kurangnya sebagai berikut:
(a) Rp 15 M bagi perusahaan asuransi kerugian
(b) Rp 4,5 M bagi perusahaan asuransi jiwa
(c) Rp 30 M bagi perusahaan reasuransi
(d) Rp 3 M bagi perusahaan pialang asuransi
(e) Rp 3 M bagi perusahaan pialang reasuransi
(3) Pada saat pendirian perusahaan, penyertaan langsung pihak asing dalam perusahaan perasuransian paling banyak 80%
(4) Perusahaan perasuransian yang didalamnya terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing harus memiliki perjanjian antar pemegang saham yang memuat kesepakatan mengenai rencana peningkatan kepemilikan saham pihak Indonesia
PP No 73 tahun 1992 pasal 7
(1) pada awal pendirian, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi harus menempatkan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh per seratus) dari modal disetor yang dipersyaratkan, dalam bentuk deposito berjangka dengan perpanjangan otomatis pada bank umum di Indonesia yang bukan afiliasi dari perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang bersangkutan
(2) deposito dimaksud merupakan jaminan terakhir dalam rangka melindungi kepentingan pemegang polis.
(3) penempatan deposito tersebut harus atas nama Menteri untuk kepentingan perusahaan yang bersangkutan
(4) deposito dimaksud harus disesuaikan dengan perkembangan volume usaha yang besarnya ditetapkan oleh Menteri dengan ketentuan besarnya deposito dimaksud tidak kurang dari yang dipersyaratkan pada awal pendirian.
(5) deposito dimaksud dapat dicairkan atas persetujuan Menteri berdasarkan:
(a) atas permintaan likuidator dalam hal perusahaan dilikuidasi; atau
(b) atas permintaan perusahaan ybs dalam hal izin usahanya dicabut atas permintaan perusahaan yang bersangkutan dengan ketentuan kewajibannya telah diselesaikan
PP No 73 tahun 1992 pasal 8
(1) Perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi harus menyelenggarakan ;
(a) pengembangan sumber daya manusia yang dapat menunjang pengelolaan perusahaan secara profesional, pengembangan usaha secara sehat, adanya kemampuan dalam mengikuti perkembangan teknologi serta penyelenggaraan jasa asuransi secara tertib dan bertanggung jawab;
(b) administrasi keuangan yang dapat menunjang ketertiban pengelolaan keuangan dan pelaksanaan pengendalian intern perusahaan;
(c) pengelolaan data yang dapat menunjang pelaksanaan fungsi pengelolaan risiko, pemasaran, penyelesaian klaim dan pelayanan kepada pemegan polis, serta memungkinkan tersedianya data yang relevan, akurat dan tepat waktu, untuk pemeriksaan dan pengawasan perusahaan maupun untuk analisis dalam rangka pengembangan perusahaan.
(2) Perusahaan pialang asuransi dan pialang reasuransi harus menyelenggarakan fungsi pengembangan sumber daya manusia dan administrasi keuangan seperti dimaksud di atas
(3) Perusahaan penilai kerugian asuransi dan perusahaan konsultan aktuaria harus menyelenggarakan fungsi pengembangan sumber daya manusia seperti dimaksud di atas.
Bagian kedua. Perizinan Perusahaan Perasuransian
PP No 73 tahun 1992 pasal 9
(1) Pemberian izin bagi perusahaan perasuransian dilakukan dalam dua tahap, yaitu:
(a) persetujuan prinsip;
(b) izin usaha.
(2) Permohonan persetujuan prinsip tidak berlaku bagi agen asuransi dan konsultan aktuaria
(3) Permohonan persetujuan prinsip bagi perusahaan perasuransian diajukan kepada Menteri dengan melampirkan:
(a) Anggaran Dasar perusahaan yang dibuat di hadapan notaris;
(b) Rencana susunan organisasi perusahaan;
(c) Rencana penggunaan tenaga ahli oleh perusahaan;
(d) Rencana kerja perusahaan dalam garis besar;
(e) Rancangan perjanjian kerjasama dengan pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing;
(f) Program asuransi yang akan dipasarkan dan rencana reasuransinya, khusus bagi perusahaan asuransi;
(4) Persetujuan prinsip berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun
(5) Permohonan izin usaha perusahaan perasuransian disampaikan kepada Menteri dengan melampirkan:
(a) Anggaran dasar perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang;
(b) Susunan organisasi perusahaan;
(c) Bukti pemenuhan penyetoran modal disetor;
(d) Surat pengangkatan tenaga ahli yang dipekerjakan oleh perusahaan;
(e) Program kerja perusahaan serta rincian persiapan yang telah dilakukan;
(f) Perjanjian kerjasama dengan pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing;
(g) Contoh polis, perhitungan premi dan perjanjian reasuransi dari program asuransi yang akan dipasarkan bagi perusahaan asuransi;
(h) Perjanjian retrosesi bagi perusahaan reasuransi;
(i) Perjanjian keagenan dengan perusahaan asuransi yang diageni, bagi perusahaan agen asuransi
PP No 73 tahun 1992 pasal 9
Izin usaha dicabut, bila dalam 3 bulan setelah izin usaha ditetapkan, perusahaan perasuransian yang bersangkutan tidak menjalankan kegiatan usahanya.
8. Persyaratan untuk membuka kantor cabang
PP No 73 tahun 1992 pasal 29
(1) Setiap pembukaan kantor cabang asuransi/reasuransi yang dalam kegiatannya mempunyai kewenangan untuk menerima atau menolak penutupan asuransi dan atau menandatangani polis dan atau menetapkan untuk membayar atau menolak klaim, harus terlebih dahulu memperoleh izin dari Menteri
(2) Untuk memperoleh izin pembukaan kantor cabang, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi harus memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas
(3) Kantor cabang harus memiliki tenaga ahli, sistem administrasi dan sistem pengolahan data yang memadai
(4) Setiap pembukaan kantor perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi selain kantor cabang harus terlebih dahulu dilaporkan kepada Menteri
(5) Setiap pembukaan kantor cabang perusahaan penunjang usaha asuransi dalam bentuk atau dengan nama apapun harus terlebih dahulu dilaporkan kepada Menteri
PP No 73 tahun 1992 pasal 30
(1) Izin pembukaan kantor cabang dapat dicabut, apabila dalam jangka waktu 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal izin pembukaan kantor cabang ditetapkan, kantor cabang yang bersangkutan tidak menjalankan kegiatan usahanya
(2) Setiap penutupan kantor cabang wajib dilaporkan kepada Menteri
KMK No 223 tahun 1993 pasal 11
(1) Perusahaan asuransi atau reasuransi dapat membuka kantor cabang, apabila:
(a) memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas dalam 4 (empat) triwulan terakhir;
(b) memiliki tenaga ahli sekurang-kurangnya yang berkualifikasi ajun ahli asuransi kerugian dan atau ajun ahli asuransi jiwa yang akan dipekerjakan secara tetap pada kantor cabang yang akan dibuka;
(c) memiliki sistem administrasi dan sistem pengelolaan data yang memenuhi fungsi pengendalian intern
(2) Untuk memperoleh izin pembukaan kantor cabang, perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri, dengan melampirkan bukti pemenuhan persyaratan sebagai berikut:
(a) rincian mengenai kewenangan dan tanggung jawab pimpinan cabang dalam penutupan polis asuransi, penetapan premi, penetapan besarnya komisi dan penyelesaian klaim;
(b) surat pengangkatan tenaga ahli yang akan dipekerjakan pada kantor cabang dimaksud, berikut daftar riwayat hidup dengan bukti pendukungnya dan bukti kualifikasi dari tenaga ahli yang dipekerjakan;
(c) penjelasan mengenai sistem administrasi dan sistem pengelolaan data
(d) rencana keuangan kantor cabang;
(e) alamat lengkap kantor cabang;
(f) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kantor cabang
Permalink
Jumat, 28 Mei 2010
Diposting oleh ungu di 06.24
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar